Persepsi Lingkungan
A.
Persepsi
Pengertian
persepsi merupakan suatu proses dimana individu menginderakan objek di
lingkungannya, kemudian memproses hasil penginderaannya itu dan timbullah makna
tentang objek itu pada diri individu tersebut.
1. Persepsi
menurut Psikologi Lingkungan
Menurut
UU No.4/1982 tentang lingkungan hidup, yang dinamakan lingkungan hidup adalah kesatuan
ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di
dalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan
dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Manusia
mengerti dan menilai lingkungan dapat didasarkan pada dua cara pendekatan,
yaitu sebagai berikut:
·
Pandangan konvensional
Secara
umum, pandangan konvensional ini menganggap persepsi sebagai kumpulan
penginderaan/ sensation. Jadi, kalau kita melihat sebuah benda terbuat dari
kayu, berkaki empat maka kumpulan penginderaan itu akan diorganisasikan secara
tertentu, dikaitkan dengan pengalaman dan ingatan masa lalu, dan diberi makna
tertentu sehingga kita bisa mengenal, misalnya sebagai kursi. Cara pandang ini
dinamakan juga pendekatan konstruktivisme.
Karena adanya fungsi aktif dari kesadaran manusia, pandangan konvensional ini
kadang-kadang digolongkan juga kepada pandangan fungsionalisme.
·
Pendekatan ekologik
Pendekatan
ini dikemukakan oleh Gibson (Fisher et
al, 1984:24). Menurut Gibson individu tidaklah menciptakan makna-makna dari
apa yang diinderakannya karena sesungguhnya makna itu telah terkandung dalam
stimulus itu sendiri dan tersedia untuk organism yang siap menyerapnya. Ia berpendapat
bahwa persepsi terjadi secara langsung dan spontan. Jadi, bersifat holistic.
Spontanitas itu terjadi karena organisme selalu menjajaki (eksplorasi)
lingkungannya dan dalam penjajakan itu ia melibatkan setiap objek yang ada
dilingkungannya dan setiap objek menonjolkan sifat-sifatnya yang khas untuk organisme
yang bersangkutan. Misalnya sebuah pohon, tampil dengan sifat-sifat yang
berdaun rindang dan berbatang besar maka sifat-sifat ini menampilkan makna buat
manusia sebagai tempat berteduh. Sifat-sifat yang menampilkan makna ini
disebutkan oleh Gibson affordances (afford = memberikan, menghasilkan, dan
bermanfaat).
2. Skema
Persepsi
Setelah manusia menginderakan objek dilingkungannya,
ia memproses hasil penginderaan itu dan timbullah makna tentang objek itu pada
diri manusia bersangkutan yang dinamakan persepsi.
(Paul A. Bell dk 1978:89) membuat skema persepsi
sebagai berikut :
Dalam
skema diatas terlihat bahwa tahap paling awal dari hubungan manusia dengan
lingkungannya adalah kontak fisik antara individu dengan objek-objek
lingkungannya. Obejek tampil dengan kemanfaatannya masing-masing, sedangkan
individu datang dengan sifat-sifat individualnya, pengalaman masa lalunya,
bakat, minat, sikap, dan berbagai ciri
kepribadiannya masing-masing pula.
Hasil interaksi individu dengan
objek menghasilkan persepsi individu tentang objek itu. Jika persepsi itu
berada dalam batas-batas optimal maka individu itu dikatakan dalam keadaan
homeostatis, yaitu keadaan yang serba seimbang. Sebaliknya, jika objek
dipersepsikan sebagai di luar batas-batas optimal maka individu itu akan
mengalami stress dalam dirinya. Tekanan-tekanan energy dalam dirinya meningkat
sehingga orang itu harus melakukan coping untuk menyesuaikan dirinya atau
menyesuaikan lingkungan pada kondisi dirinya.
Sebagai hasil coping behavior ada
dua kemungkinan yang bisa terjadi. Pertama, tingkah laku coping itu tidak
membawa hasil yang diharapkan, hal ini bisa menyebabkan stress berlanjut.
Kedua, tingkah laku coping yang berhasil . Dalam hal ini terjadi penyesuaian
antara diri individu dengan lingkungannya (adaptasi) atau penyesuaian keadaan
lingkungan pada diri individu (adjustment).
3. Pengaruh
Kebudayaan Terhadap Persepsi
Pengaruh kebudayaan termasuk kebiasan
hidup, Nampak juga dalam berbagai gejala hubungan manusia dengan lingkungannya
dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, penduduk perkampungan kumuh di kota-kota
besar yang biasanya menggunakan air kali untuk kepentingan sehari-hari seperti
mandi, cuci, dan sebagainya.
Mempersepsikan air kali itu sebagai suatu hal yang masih dalam
batas-batas optimal sehuingga mereka menggunakan air kali itu seenaknya saja.
Sebaliknya, orang yang biasa tinggal di pemukiman mewah, tidak mungkin mau
menggunakan air kali itu, walaupun hanya untuk mencuci mobil karena air kali
itu dipersepsikan di luar batas optimal (terlalu kotor).
Pengaruh usia dan pengaruh agama juga
mempengaruhi persepsi seseorang yang menyebabkan persepsi setiap orang mungkin
saja berbeda-beda.
4. Perubahan
Persepsi
Persepsi itu bukan sesuatu yang statis,
melainkan bisa berubah-ubah. Proses perubahan disebabkan oleh:
a. Proses
faal (fisiologik) dari system syaraf pada indera-indera manusia.
Jika
suatu stimulus tidak mengalami suatu perubahan, misalnya maka akan terjadi
adaptasi dan habituasi, yaitu respon terhadap stimulus makin lama makin
melemah. Misalnya, saat seseorang mendekati tempat sampah mula-mula ia akan
mencium bau sampah sehingga reaksinya adalah menutup hidungnya. Akan tetapi,
setelah beberapa saat bau itu seolah-olah tidak tercium lagi.
b. Proses
psikologik
Proses
perubahan persepsi secara psikologik antara lain di jumpai dalam pembentukkan
dalam perubahan sikap. W. Mc Guiere mendefinisikan sikap sebagai respons
manusia yang menempatkan objek yang di pikirkan ke dalam suatu demensi
pertimbangan.
Objek
yang di pikirkan segala sesuatu ( benda, orang, hal , isu ) yang di nilai oleh
manusia. Dimensi pertimbangan adalah semua skala positif negafif seperti dari
baik ke buruk, dari jelek ke bagus, dari haram ke halal, dari sah ke tidak sah,
dari enak ke tidak enak. Dengan demikian, sikap adalah menempatkan suatu objek
ke dalam salah satu skala itu.
Pembentukkan
dan perubahan itu dalam psikologi biasanya di terangkan sebagai proses
belajar atau sebagai proses kesadaran (
kognisi ). Ada beberapa teori yang menerangkan proses belajar pada manusia.
Misalnya, teori konditioning klasik. Teori instrumental dari skinner, dan teori
belajar dari bandura.
Ada
dua teori tentang perubahan sikap di tinjau dari sudut kesadaran, yaitu yang
pertama, teori psikologik dari Jack Bhrem. Menurut teori ini manusia cenderung
ingin mempunyai kebebasan untuk memilih, membuat keputusan dan bertindak.
Yang
kedua, teori disonan kognitif dari
Festinger. Menurut teori ini orang tidak suka kalau dalam dirinya terdapat
element-element kesadarn yang saling bertentangan ( keadaan disonan ). Dalam
keadaan disonan orang cenderung mengubah pola piker atau tingkah lakunya agar
tejadi keseimbangan antara element-element itu dalam ( keadaan konsonan ).
5. Estetika
Lingkungan
Ada
dua konsep utama dalam pandangan Berlyne mengenai estetika lingkungan, yaitu
perbandingan stimulus mana yang cocok dan yang tidak cocok dan eksplorasi
spesifik versus eksplorasi diversif. Dalam perbandingan timbul konflik
perseptual yang mentebabkan orang membandingka satu stimulus dengan stimulus
lainnya. Dari hasil perbandingan itulah orang yang menetapkan mana yang lebih
bagus atau lebih indah, dan sebagainya.
Faktor-faktor
yang di pertimbangkan dalam perbandingan itu, menurut Berlyne sebagai berikut:
a. Kompleksitas,
yaitu berapa banyak ragam kompenen yang membentuk suatu lingkungan . Makin
banyak ragamnya, maka makin positif penilaian yang diberikan.
b. Novelty
atau keunikan, yaitu seberapa jauh lingkungan itu mengandung kompenen-kompenen
itu, yang tidak ada di tempat lain, yang baru atau yang sebelumnya tidak
terlihat.
c. Incongruity
atau ketidaksenadaan, yaitu seberapa jauh suatu faktor tidak cocok dalam
konteks lingkungannya.
d. Kejutan,
yaitu seberapa jauh kenyataan yang ada tidak sesuai dengan harapan.
Dalam konsep tentang ekspolarasi,
Berlyne membedakan dua jenis eksplorasi , yaitu
a. Eksplorasi
diversif (melebar) terjadi jika seorang kurang mendapatkan sttimulasi
sehingga ia mencari-cari lingkungannya untuk mencari stimuli yang mungkin ada.
b. Eksplorasi
spesifik, terjadi jika seorang di bangkitkan perhatiannya oleh sebuah stimulus
tertentu dan berusaha ketidak pastiannya atau keingintahuannyadengan berusaha
memperhatikan lebih khusus lagi stimulus itu.
Estetika lingkungan juga di
pengaruhi oleh kesukaan yang
berbeda-beda. S.Kaplan dan R.Kaplan menyatakan bahwa preperensi itu di tentukan
oleh beberap hal , yaitu :
a. Keteraturan
(coherence). Semakin teratur semakin
disukai
b. Texture,
yaitu kasar lembutnya sutu pandangan. Semakin lembut semakin disukai.
c. Keakraban
dengan lingkungan. Makin dikenal suatu lingkungan maka makin disukai.
d. Keluasan
ruang pandang. Makin luas ruang pandang maka maki disukai.
e. Kemajemukam
rangsang. Semakin banyak elemen yang terdapat dalam pandangan, makin disukai.
f. Misteri
atau kerahasiaan yang tersembunyi dalam pemandangan.
6. Persepsi
Terhadap bencana
Hal
lain yang mendapat perhatian khusus dalam psikologi lingkungan berkaitan dengan
persepsi adalah persepsi terhadap bencana.
Faktor
yang mempengaruhi persepsi terhadap bencana, menurut Burton dan Kates
adalah efek dari bencana itu sendiri terhadap persepsi yang di katakannya
terdiri dari atas tiga tahap, yaitu
a. Efek
krisis (crisis effect) terjadi pada awal bencana dan selama bencana
itu berlangsung. Efek krisis melahirkan gagasan yentang bagaimana mengatasi
bencana itu jika terjadi lagi pada masa yang akan datang.
b. Efek
tanggul, tindakan yang di ambil untuk mencegah bencana berikutnya. Efek tanggul
ini tindakan lanjut dari gagasan yang timbul sebagai efek krisis.
c. Adaptasi.
Seperti halnya adaptasi terhadap kebisingan atau bau manusia juga beradaptasi
terhadap bencana alam. Dalam hal ini efek tanggul menjadi permanen.