Rabu, 31 Oktober 2012

Environmental Psychology : Persepsi Lingkungan


Persepsi Lingkungan
A.      Persepsi
Pengertian persepsi merupakan suatu proses dimana individu menginderakan objek di lingkungannya, kemudian memproses hasil penginderaannya itu dan timbullah makna tentang objek itu pada diri individu tersebut.

1.      Persepsi menurut Psikologi Lingkungan
Menurut UU No.4/1982 tentang lingkungan hidup, yang dinamakan lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.

Manusia mengerti dan menilai lingkungan dapat didasarkan pada dua cara pendekatan, yaitu sebagai berikut:

·         Pandangan konvensional
Secara umum, pandangan konvensional ini menganggap persepsi sebagai kumpulan penginderaan/ sensation. Jadi, kalau kita melihat sebuah benda terbuat dari kayu, berkaki empat maka kumpulan penginderaan itu akan diorganisasikan secara tertentu, dikaitkan dengan pengalaman dan ingatan masa lalu, dan diberi makna tertentu sehingga kita bisa mengenal, misalnya sebagai kursi. Cara pandang ini dinamakan juga pendekatan konstruktivisme. Karena adanya fungsi aktif dari kesadaran manusia, pandangan konvensional ini kadang-kadang digolongkan juga kepada pandangan fungsionalisme.

·         Pendekatan ekologik
Pendekatan ini dikemukakan oleh Gibson (Fisher et al, 1984:24). Menurut Gibson individu tidaklah menciptakan makna-makna dari apa yang diinderakannya karena sesungguhnya makna itu telah terkandung dalam stimulus itu sendiri dan tersedia untuk organism yang siap menyerapnya. Ia berpendapat bahwa persepsi terjadi secara langsung dan spontan. Jadi, bersifat holistic. Spontanitas itu terjadi karena organisme selalu menjajaki (eksplorasi) lingkungannya dan dalam penjajakan itu ia melibatkan setiap objek yang ada dilingkungannya dan setiap objek menonjolkan sifat-sifatnya yang khas untuk organisme yang bersangkutan. Misalnya sebuah pohon, tampil dengan sifat-sifat yang berdaun rindang dan berbatang besar maka sifat-sifat ini menampilkan makna buat manusia sebagai tempat berteduh. Sifat-sifat yang menampilkan makna ini disebutkan oleh Gibson affordances (afford = memberikan, menghasilkan, dan bermanfaat).

2.      Skema Persepsi
Setelah manusia menginderakan objek dilingkungannya, ia memproses hasil penginderaan itu dan timbullah makna tentang objek itu pada diri manusia bersangkutan yang dinamakan persepsi.
(Paul A. Bell dk 1978:89) membuat skema persepsi sebagai berikut :

Dalam skema diatas terlihat bahwa tahap paling awal dari hubungan manusia dengan lingkungannya adalah kontak fisik antara individu dengan objek-objek lingkungannya. Obejek tampil dengan kemanfaatannya masing-masing, sedangkan individu datang dengan sifat-sifat individualnya, pengalaman masa lalunya, bakat, minat, sikap,  dan berbagai ciri kepribadiannya masing-masing pula.

            Hasil interaksi individu dengan objek menghasilkan persepsi individu tentang objek itu. Jika persepsi itu berada dalam batas-batas optimal maka individu itu dikatakan dalam keadaan homeostatis, yaitu keadaan yang serba seimbang. Sebaliknya, jika objek dipersepsikan sebagai di luar batas-batas optimal maka individu itu akan mengalami stress dalam dirinya. Tekanan-tekanan energy dalam dirinya meningkat sehingga orang itu harus melakukan coping untuk menyesuaikan dirinya atau menyesuaikan lingkungan pada kondisi dirinya.

            Sebagai hasil coping behavior ada dua kemungkinan yang bisa terjadi. Pertama, tingkah laku coping itu tidak membawa hasil yang diharapkan, hal ini bisa menyebabkan stress berlanjut. Kedua, tingkah laku coping yang berhasil . Dalam hal ini terjadi penyesuaian antara diri individu dengan lingkungannya (adaptasi) atau penyesuaian keadaan lingkungan pada diri individu (adjustment).


3.      Pengaruh Kebudayaan Terhadap Persepsi
Pengaruh kebudayaan termasuk kebiasan hidup, Nampak juga dalam berbagai gejala hubungan manusia dengan lingkungannya dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, penduduk perkampungan kumuh di kota-kota besar yang biasanya menggunakan air kali untuk kepentingan sehari-hari seperti mandi, cuci, dan sebagainya.  Mempersepsikan air kali itu sebagai suatu hal yang masih dalam batas-batas optimal sehuingga mereka menggunakan air kali itu seenaknya saja. Sebaliknya, orang yang biasa tinggal di pemukiman mewah, tidak mungkin mau menggunakan air kali itu, walaupun hanya untuk mencuci mobil karena air kali itu dipersepsikan di luar batas optimal (terlalu kotor).

Pengaruh usia dan pengaruh agama juga mempengaruhi persepsi seseorang yang menyebabkan persepsi setiap orang mungkin saja berbeda-beda.


4.      Perubahan Persepsi
Persepsi itu bukan sesuatu yang statis, melainkan bisa berubah-ubah. Proses perubahan  disebabkan oleh:
a.       Proses faal (fisiologik) dari system syaraf pada indera-indera manusia.
Jika suatu stimulus tidak mengalami suatu perubahan, misalnya maka akan terjadi adaptasi dan habituasi, yaitu respon terhadap stimulus makin lama makin melemah. Misalnya, saat seseorang mendekati tempat sampah mula-mula ia akan mencium bau sampah sehingga reaksinya adalah menutup hidungnya. Akan tetapi, setelah beberapa saat bau itu seolah-olah tidak tercium lagi.

b.      Proses psikologik
Proses perubahan persepsi secara psikologik antara lain di jumpai dalam pembentukkan dalam perubahan sikap. W. Mc Guiere mendefinisikan sikap sebagai respons manusia yang menempatkan objek yang di pikirkan ke dalam suatu demensi pertimbangan.

Objek yang di pikirkan segala sesuatu ( benda, orang, hal , isu ) yang di nilai oleh manusia. Dimensi pertimbangan adalah semua skala positif negafif seperti dari baik ke buruk, dari jelek ke bagus, dari haram ke halal, dari sah ke tidak sah, dari enak ke tidak enak. Dengan demikian, sikap adalah menempatkan suatu objek ke dalam salah satu skala itu.

Pembentukkan dan perubahan itu dalam psikologi biasanya di terangkan sebagai proses belajar  atau sebagai proses kesadaran ( kognisi ). Ada beberapa teori yang menerangkan proses belajar pada manusia. Misalnya, teori konditioning klasik. Teori instrumental dari skinner, dan teori belajar dari bandura.

Ada dua teori tentang perubahan sikap di tinjau dari sudut kesadaran, yaitu yang pertama, teori psikologik dari Jack Bhrem. Menurut teori ini manusia cenderung ingin mempunyai kebebasan untuk memilih, membuat keputusan dan bertindak.

Yang kedua, teori  disonan kognitif dari Festinger. Menurut teori ini orang tidak suka kalau dalam dirinya terdapat element-element kesadarn yang saling bertentangan ( keadaan disonan ). Dalam keadaan disonan orang cenderung mengubah pola piker atau tingkah lakunya agar tejadi keseimbangan antara element-element itu dalam ( keadaan konsonan ).


5.      Estetika Lingkungan
Ada dua konsep utama dalam pandangan Berlyne mengenai estetika lingkungan, yaitu perbandingan stimulus mana yang cocok dan yang tidak cocok dan eksplorasi spesifik versus eksplorasi diversif. Dalam perbandingan timbul konflik perseptual yang mentebabkan orang membandingka satu stimulus dengan stimulus lainnya. Dari hasil perbandingan itulah orang yang menetapkan mana yang lebih bagus atau lebih indah, dan sebagainya.

Faktor-faktor yang di pertimbangkan dalam perbandingan itu, menurut Berlyne sebagai berikut:
a.       Kompleksitas, yaitu berapa banyak ragam kompenen yang membentuk suatu lingkungan . Makin banyak ragamnya, maka makin positif penilaian yang diberikan.
b.      Novelty atau keunikan, yaitu seberapa jauh lingkungan itu mengandung kompenen-kompenen itu, yang tidak ada di tempat lain, yang baru atau yang sebelumnya tidak terlihat.
c.       Incongruity atau ketidaksenadaan, yaitu seberapa jauh suatu faktor tidak cocok dalam konteks lingkungannya.
d.      Kejutan, yaitu seberapa jauh kenyataan yang ada tidak sesuai dengan harapan.


Dalam konsep tentang ekspolarasi, Berlyne membedakan dua jenis eksplorasi , yaitu
a.       Eksplorasi diversif  (melebar) terjadi jika  seorang kurang mendapatkan sttimulasi sehingga ia mencari-cari lingkungannya untuk mencari stimuli yang mungkin ada.
b.      Eksplorasi spesifik, terjadi jika seorang di bangkitkan perhatiannya oleh sebuah stimulus tertentu dan berusaha ketidak pastiannya atau keingintahuannyadengan berusaha memperhatikan lebih khusus lagi stimulus itu.

Estetika lingkungan juga di pengaruhi  oleh kesukaan yang berbeda-beda. S.Kaplan dan R.Kaplan menyatakan bahwa preperensi itu di tentukan oleh beberap hal , yaitu :
a.       Keteraturan (coherence). Semakin teratur semakin disukai
b.      Texture, yaitu kasar lembutnya sutu pandangan. Semakin lembut semakin disukai.
c.       Keakraban dengan lingkungan. Makin dikenal suatu lingkungan maka makin disukai.
d.      Keluasan ruang pandang. Makin luas ruang pandang maka maki disukai.
e.       Kemajemukam rangsang. Semakin banyak elemen yang terdapat dalam pandangan, makin disukai.
f.       Misteri atau kerahasiaan  yang tersembunyi dalam pemandangan.

6.      Persepsi Terhadap bencana
Hal lain yang mendapat perhatian khusus dalam psikologi lingkungan berkaitan dengan persepsi adalah persepsi terhadap bencana.
Faktor  yang mempengaruhi persepsi terhadap bencana, menurut Burton dan Kates adalah efek dari bencana itu sendiri terhadap persepsi yang di katakannya terdiri dari atas tiga tahap, yaitu
a.       Efek krisis (crisis effect)  terjadi pada awal bencana dan selama bencana itu berlangsung. Efek krisis melahirkan gagasan yentang bagaimana mengatasi bencana itu jika terjadi lagi pada masa yang akan datang.
b.      Efek tanggul, tindakan yang di ambil untuk mencegah bencana berikutnya. Efek tanggul ini tindakan lanjut dari gagasan yang timbul sebagai efek krisis.
c.       Adaptasi. Seperti halnya adaptasi terhadap kebisingan atau bau manusia juga beradaptasi terhadap bencana alam. Dalam hal ini efek tanggul menjadi permanen.



4 komentar: