Jumat, 02 November 2012

Analisis Psikoterapi dalam Novel “Jadie – Tangis Tanpa Suara”


Analisis Psikoterapi dalam Novel “Jadie – Tangis Tanpa Suara”

A.    Gambaran Cerita dalam Novel
            Torey Hayden adalah seorang terapis yang bekerja di sebuah kota kecil di Pecking. Torey, sapaan Torey Hayden  meninggalkan pekerjaannya di Sandry Clinic yang sudah ia tekuni selama 3 tahun. Torey tertarik untuk mengajar pada sebuah kelas berkebutuhan khusus di Pecking. Kelas yang terdiri dari 4 orang anak yang mengalami hambatan perkembangan. Di dalam kelas tersebut terdapat 3 anak laki-laki dan 1 anak perempuan.
            Reuben adalah anak pertama yang datang ke kelas sewaktu Torey mulai mengajar di sekolah tersebut. Reuben berusia 9 tahun, penyandang autisme, bisa berbicara, mampu melakukan toilet training, dan memiliki prestasi akademik yang cukup bagus. Reuben diberikan farmakoterapi oleh orangtuanya dan mengikuti kursus renang dan bermain piano.
            Jadie adalah satu-satunya anak perempuan berusia 8 tahun yang ada di kelas tersebut. Jadie didiagnosa mengalami hambatan perkembangan elective mutism. Elective mutism adalah gangguan yang terjadi pada individu berupa tidak mau berbicara kepada orang lain (membisu) karena alasan-alasan psikologis, walaupun secara fisik dan intelektual mampu berbicara secara normal.
            Philip berusia 6 tahun, ia terlahir prematur dari seorang ibu pencandu narkoba, mengalami perkembangan yang lambat dan harus diasuh dengan berganti-ganti orangtua angkat. Jeremiah adalah murid terakhir di kelas Torey, seorang anak keturunan Sioux asli Amerika. Tukang kelahi dan berasal dari keluarga menengah ke bawah.

B.     Identifikasi Gangguan
            Dalam novel ini, yang menjadi pembahasan utama Torey adalah Jadie, yang berusia 8 tahun dan mengalami elective mutism. Torey sangat excited terhadap hambatan perkembangan ini, karena ia sudah berkali-kali menghadapi anak seperti Jadie. Jadie pada awalnya didiagnosa mengalami elective mutism yaitu gangguan yang terjadi pada individu berupa tidak mau berbicara kepada orang lain (membisu) karena alasan-alasan psikologis, walaupun secara fisik dan intelektual mampu berbicara secara normal. Namun, sejalan dengan proses terapi Jadie tidak hanya mengalami elective mutism, ia juga diduga mengalami penyiksaan seksual, korban pedofilia atau seorang anak pengikut ajaran setan yang menghina agama Kristen.
            Jadie diidentifikasi mengalami elective mutism karena melihat adanya simptom-simpton yang ditunjukkan oleh Jadie beberapa tahun belakangan, yaitu
1.      Tidak berbicara sepatah katapun di kelas, tetapi berdasarkan informasi keluarga, Jadie di rumah mampu berbicara.
2.      Tidak tertawa di kelas.
3.      Tidak menangis di kelas.
4.      Tidak batuk, tidak bersendawa, tidak tersedak selama ia berada di kelas.
5.      Tidak menyedot “ingus” yang keluar dari hidungnya, bahkan membiarkan ingus tersebut menetes menjijikan.
            Jadie sama sekali tidak mengeluarkan suara sedikitpun selama di kelas dan ini sudah berlangsung lama. Selain itu, Jadie pernah tidak naik kelas sewaktu di TK karena Jadie tidak ada interaksi dengan teman sebayanya dan dikucilkan, padahal ia mempunyai kemampuan akademis yang bagus. Di kelas, Jadie adalah murid yang paling “anteng” karena tidak protes seperti Jeremiah dan mampu menyelesaikan tugas-tugas dengan baik daripada Reuben, Philip dan Jeremiah.
            Setelah proses terapi yang dilakukan oleh Torey dan akan dijelaskan pada poin C, Torey ternyata menemukan peristiwa-peristiwa yang menguatkan dugaannya bahwa jadie mengalami penyiksaan seksual dan korban pedofilia serta adanya asumsi tentang aliran setan yang ada disekitar Jadie.
            Torey mengasumsikan demikian karena adanya ciri-ciri yang terlihat pada Jadie, seperti :
1.      Pada suatu hari ketika kelas Torey melakukan kegiatan diluar sekolah, Torey menemukan Philip teriak – teriak dan menangis histeris ketika sedang berada di toilet. Setelah dibuka, ternyata Jadie ada di dalam toilet bersama Philip dan ditemukan adanya bekas gigitan pada penis Philip dan Jadie yang melakukannya.
2.      Jadie dapat menjelaskan secara “jelas” tentang oral seks yang seharusnya tidak diketahui oleh seorang anak perempuan yang berusia 8 tahun.
3.      Pada suatu ketika, Jemeriah sedang bercengkrama dengan Jadie tentang alat kelamin laki-laki dan perempuan serta alat kelamin anjing. Ketika ada anjing, Jadie hampir saja ingin mempraktekkan oral seks pada alat kelamin anjing yaitu memasukkan alat kelamin anjing ke dalam mulutnya.
            Berdasarkan hal tersebut, menurut Torey tidak akan mungkin seorang anak perempuan berusia 8 tahun mengetahui dan melakukan hal – hal terrsebut jika Jadie tidak mengalami penyiksaan seksual atau menjadi korban. Setidaknya dalam hemat Torey, Jadie tidak melakukan hal tersebut jika hanya dengan menonton Blue Film tanpa mengalami atau menyaksikan secara langsung. Hal ini diperkuat setelah Jadie dirawat di salah satu rumah shelter dinas di mana berdasarkan hasil uji selaput dara, selaput dara Jadie dan kedua adiknya yang berusia 6 tahun dan 1 tahun sudah pecah.
            Jadie juga diasumsikan oleh Torey menjadi bagian dari Aliran Setan atau setidaknya aliran setan tersebut berada disekelilingnya. Hal ini diidentifikasi berdasarkan pada :
1.      Jadie ketika play therapy berupa menggambar, Jadie menggambarkan tanda X yang merupakan bagian dari tanda aliran setan.
2.      Di perut Amber, adiknya Jadie terdapat tanda X juga yang digoreskan dengan pisau oleh Jadie.
3.      Jadie pernah menceritakan kepada Torey dan juga kepada Lindy tentang meminum darah. Meminum darah adalah bagian dari ajaran setan.
4.      Jadie sangat takut dengan angka 6 seperti pada usia 6 tahun karena angka 6 dalam aliran setan adalah angka kejahatan (666).

            Jadi, berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, Jadie mengalami berbagai macam gangguan hambatan perkembangan yang komplek walaupun pada awalnya hanya mengalami elective mute, tetapi juga mungkin mengalami penyiksaan seksual, korban pedofilia atau berhubungan dengan aliran setan yang mungkin ada di sekitar jadie.

Selengkapnya, bisa di download di sini : Analisis Psikoterapi dalam Novel Jadie-Tangis Tanpa Suara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar