Pengalaman ini
terjadi ketika aku sedang mengikuti training test 1 di Taman Hutan Raya
(TAHURA) Mandiangin Kalimantan Selatan. Training test 1 adalah suatu agenda
wajib tahunan yang harus diikuti oleh semua siswa junior yang tergabung di
organisasi 4P (Pramuka, PMR, Pencinta Alam, dan Paskibra). Aku adalah salah satu
junior paskibra dari 23 siswa lain yang juga mengikuti training test 1 itu.
Waktu itu aku baru beberapa bulan menjadi siswi berseragam putih abu-abu di
salah satu SMA favorit dan standar internasional di Kalimantan Selatan.
Kegiatan
training test 1 diagendakan selama 2 hari (sabtu-minggu). Kami semua berangkat
pada sabtu pagi dengan menggunakan bis. Sungguh hal yang sangat aneh ke gunung
naik bis, sementara siswa-siswa junior dari organisasi yang lain menggunakan
truk. Melihat kenyataan yang terjadi ketika berangkat itu, aku berpikir bahwa
organisasi kami tidak “sekejam” organisasi yang lainnya seperti Pramuka dan
Pencinta Alam yang harus berjalan berkilo-kilo meter untuk sampai ke tempat
perkemahan.
Tiba di lokasi
perkemahan Taman Hutan Raya, kami pun langsung bergegas mendirikan tenda,
melakukan rutinitas rutinitas PBB beserta hukuman dan teriakan dari siswa
senior. Bahkan untuk meminta makan saja, kami harus bernyanyi seperti “topeng
monyet” yang lapar. Sungguh ini adalah pengalaman yang pahit tetapi mengasikkan bagiku. Kegiatan tidak
hanya dilakukan pada siang hari, pada malam hari pun demikian. Sekitar pukul
20.00 WITA kami semua dikumpulkan di lapangan untuk aksi pentas seni dari
masing-masing organisasi. Acara pensi (pentas seni) itu berakhir sekitar pukul
22.00 wita. Namun, kegiatan pada hari itu tidak berhenti begitu saja,
dilanjutkan oleh agenda yang biasa
disebut JURIT MALAM.
Jurit Malam
dilakukan oleh semua organisasi 4P. Berdasarkan kabar burung, jurit malam
dilakukan perorangan dan jurit malam dengan rute paling jauh adalah pencinta
alam dan pramuka yang konon kabarnya memutari gunung. Mendengar hal itu, kami
gugup bukan kepalang, apakah paskibra juga demikian? Ternyata kabar burung itu
benar, Paskibra adalah organisasi dengan rute paling pendek walaupun tetap
dilakukan perorangan. Waktu sudah menunjukkan pukul 01.00 wita dinihari, tetapi
namaku tidak kunjung disebutkan oleh kakak senior untuk jurit malam itu. Aku
sudah menunggu hampir 1,5 jam, dan hanya tersisa sedikit siswa junior yang
belum dipanggil. Aku berharap mendapatkan urutan terakhir, karena dalam benakku
ketika urutan terakhir pasti ditemani oleh kakak senior. Namun, itu hanyalah
harapan, namaku dipanggil dan aku urutan 18 dari 23 junior. Aku berjalan
mengikuti rute yang ditunjukkan dan diberi bekal satu obat nyamuk. Yeah, satu
obat nyamuk, obat nyamuk yang ukurannya paling besar kira-kira 7 cm, hanya
potongan obat nyamuk. Kakak senior berpesan “obat nyamuk jangan sampai hilang,
karena ini demi keamanan”.
Aku
memberanikan diri berjalan, berjalan memasuki hutan dengan bibir komat kamit
membaca berbagai macam bacaan Al-Qur’an dan baru sampai ke bibir hutan, ada
post pertama yang merupakan post keberangkatan. Aku disuruh duduk di sungai
yang berair dingin pada malam itu. Karena aku adalah junior, aku pun
mengikutinya, aku diberi secarik kertas yang harus dihafalkan. Kertas password
yang harus dihafal. Bagiku menghafal potongan paragraph tidak masalah, tetapi
ini adalah potongan paragraph menyeramkan yang harus dihafal di air dingin. Air
dingin bagi penderita asma sepertiku adalah momok yang menakutkan. Potongan
paragrapnya seingatku demikian “aku berjalan ditengah hutan sendirian, membawa
mayat korban kecelakaan tadi sore di sebelah kanan, ditemani hantu hutan tahura
yang menyeramkan dan blab la bla bla”. Aku lupa diksi yang sebenarnya tetapi
intinya demikian dan sangat panjang. Selain itu, aku disodorkan secarik kertas
lagi untuk dihafalkan. Yeah, kertas yang berbunyi “ Asmiani kesana kemari
bejalan mengawani nini yang handak kawin lawan kai”. What? Apa-apaan ini?
Ternyata itu adalah nama kodeku untuk malam mini.
Waktu untuk
menghafal sudah habis, dipost itu aku diajarkan supaya hormat dan memberikan
salam terlebih
dahulu jika menemui post serta mengucapkan nama kodeku dan password yang
menyeramkan itu. Aku diberi petunjuk jalan untuk menuju post berikutnya,
katanya sih ikutin tali merah ikutin tali merah. Beberapa post telah aku
lewati, ditengah jalan aku ada bertemu dengan kakak kelas yang “uhuk” denganku
sehingga ada beberapa rute yang mana aku ditemani olehnya berjalan berdua.
Namun, pada post 5 menuju post 6, kakak itu tidak lagi menemaniku karena ada
tugas juga dari organisasinya yang harus gantian jaga post. Akupun berjalan
sendirian, aku melihat ada kakak senior paskibra di depanku dan aku mengiringi
beliau. Konyolnya, beliau berjalan menuju daerah yang “hutan banget” aku tetap
mengikutinya sampai di suatu tempat aku kehilangan jejak beliau. Aku berdiri
ditengah hutan yang berair kurang lebih selutut dan ditumbuhi rerumputan. Dalam
pikirku, tak mungkin kakak seniorku mencari jalan rute menuju post 6 serumit
ini. ditanganku, tidak ada obat nyamuk lagi, dan akupun menangis
sekencang-kencangnya dan berteriak “Tolooooong, Toloooooooong, Kakaaaak, Miaaaa
kakak”. Aku berteriak tak hanya sekali dua kali, puluhan kali aku berteriak
sampai ada kakak abituren dari organisasi Pencinta Alam yang menemukanku dan
menemaniku. Beliaupun berteriak lebih kencang dariku, “Paskibra dimana woy,
Paskibra dimana, junior kam sasaaat”. Akhirnya kakak itu mengantarkanku ke post
paskibra dan semua kakak senior di sana bingung juga karena urutan 18 tidak
kunjung datang. Padahal urutan 23 sudah sampai di post itu. Sialnya mereka
tidak ada inisiatif untuk mencariku. Kakak yang menemukanku sewaktu tersesat
itu langsung memarahi kakak seniorku, karena tidak ada usaha sewaktu mengetahui
loncatnya urutan dari 17 langsung 19.
Akupun dibebas
tugaskan di post itu, tanpa hukuman, tanpa teriakan, tanpa password, tanpa nama
kode dan aku hanya dikelilingi oleh kakak senior paskibra yang menanyakan
“kemana tadi ding kemana?” atau “kenapa tadi ding kenapa”. Hello, mereka
mengerti tidak aku sedang shock ditanya ini itu. Lalu ada kakak yang bertanya,
“ding, mana obat nyamuk km?” dan aku pun menggeleng. Ternyata obat nyamuk itu
adalah “pawang” agar tidak diikuti oleh makhluk gaib dan binatang buas. Setelah
kejadian itu, aku diminta untuk tidur, tidur beralaskan tanah dan baju basah,
berselimut dinginnya hawa hutan Kalimantan, dan beratapkan langit yang sungguh
indah tanpa bintang.
Keesokkan
harinya, nama mia sungguh terkenal, terkenal karena tersesat di hutan dan
mengikuti setan yang menyerupai seniornya. Sungguh ini tidak terlupakan.
***
Cerita ini terjadi ketika berusia dipenghujung 14 Tahun..
Wattaaaa, 7 Tahun yang lalu....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar